Inspirasi

Dari Hati Kepada Hati

0
(0)

“Ya Rasul izinkan aku berzina!” Sontak suasana riuh, geger. Sebagian terhenyak, sebagian terheran-heran dan beberapa sahabat berusaha menghalangi langkah sang pemuda menghampiri Nabi SAW. Rasulullah mengisyaratkan semua untuk kembali tenang dan menitah sang pemuda untuk mendekat.

Setelah berhadapan setengah berbisik, Rasulullah bertanya “Wahai anak muda, apakah engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas diri ibumu?” Pemuda ini menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Kemudian Nabi SAW bertanya lagi “Wahai anak muda, apakah engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas diri putrimu kelak?” Pemuda ini menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.”

“Wahai anak muda, apakah engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas diri saudara perempuanmu?” Pemuda ini menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Terakhir Rasulullah kembali bertanya “Wahai anak muda, apakah engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas diri bibimu?” Pemuda ini menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Rasulullah SAW bersabda, “Wahai anak muda, ketahuilah bahwa tidak seorang pun yang rela terhadap perbuatan yang menodai kehormatan keluarganya.”

Kemudian beliau meletakkan tangan beliau pada pemuda tersebut seraya berkata, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya (jauhkan dari zina).” Sejak saat itu, sang pemuda, tak lagi berkeinginanan melakukan zina. ( HR. Ahmad)

Sungguh elok Nabi bereaksi, menghadapi seorang lelaki belia dengan gejolak mudanya. Sikap Nabi tidak hanya mampu memadamkan panasnya bara di jiwa, hingga ia mendingin. Namun menyejukan dan menenangkan. Membuat diri luluh dan mengaku khilaf tanpa merasa tersudutkan

Butiran hikmah senatiasa mengalir, dalam ragam peristiwa kesaharian bersama Nabi, pun dalam kisah ini. Setidaknya ada 3 poin yang bisa dipetik sebagai ibrah berperilaku dalam komunikasi efektif.

  1. Sentuhan Nabi tepat menyasar. Hati menyentuh hati. Tak terbetik rasa menyalahkan apalagi lontaran celaan. Yang ada empati, memposisikan selayak diri. Hingga kenyamanan terbangun, menggugah rasa mengungkap apa yang tersimpan di dada.
  2. Mengawali dialog dengan intonasi rendah. Alunan nadanya membuat jiwa luluh, hingga mudah menerima dan diri merasa tak terpojok. Ruang komunikasi terbuka dua arah, terpancing dengan lontaran Nabi yang bersifat persuasif. Sejalan dengan ilmu psikologi modern, pada rentang ini, remaja ingin diperlakukan sejajar selaku patner selayak sahabat.
  3. Tak terhenti sampai closing statment dalam dialog, Nabi mengiringi dengan untaian do’a. Menitip pada Dia yang Maha memiliki hati, untuk senantisa menjaga kekokohan tekad yang telah diupayakan dibentuk sebelumnya.

Sungguh, teramat jauh kita dari suri tauladan Nabi dalam merespon setiap berkomunikasi. Tak heran jika kini orang tua dengan anak seperti ada batas saat berinteraksi. Dirasa garing, sekedar basa-basi, tanpa esensi. Remaja jadi kehilangan pegangan, enggan bercerita, cukup memendam rasa atau mengumbar pada orang lain, asal nyaman sebagai tempat curahan. Iya kalau pas dapat orang yang bisa membimbing, kalau tidak?

Menjelang akil baligh, ternyata semakin tak mudah mengambil hati buah hati. Ketertarikan pada komunitas pertemanan lebih mendominasi. Ditambah dengan pengaruh hormonal, membuat kondisi emosi remaja tidak stabil, cenderung negatif. Cepat merasa bosan, bingung dan sedih. Tak jarang langkah mengambil jarak dengan orang terdekat dilakukan terlebih remaja merasa tidak mendapat penerimaan secara baik.

Pada fase peralihan menjadi dewasa, minimal anak masih bisa terbuka dengan orang tua, dalam aktifitas keseharian dan dengan siapa bergaul sudah patut diapresiasi. Ini modal, sebagai satu pintu masuk membimbing generasi agar berpegang teguh pada prinsip kebenaran.

Apalagi di dunia penuh getah, merangkul generasi penerus menjadi sebuah prioritas. Tentu tak bijak mensteril anak dari lingkungan sosial. Paling memungkinkan menyuntikan imun kebaikan agar diri bisa kuat terjaga dari berbagai kenistaan.

Fakta berbicara, kebanyakan kasus terkait problema remaja, pelecehan seksual salah satunya sulit terungkap. Kebanyak anak lebih memilih bungkam. Layaknya fenomena gunung es, yang muncul dipermukaan hanya secuil. Namun yang terpendam jauh lebih banyak. Kemandegan jalinan komunikasi antar anak dan keluarga khususnya orang tua, pada akhirnya mempersulit deteksi dini atas segala permasalahan, hingga solusi sebagai langkah antisipasi terlambat ditegakan.

Referensi:

  • 11 Kiat Berkomunikasi dengan Remaja, unicef[dot]org, 18 Februari 2023
  • Wahyu, Lidwina, Menjalin Komunikasi Terbuka dengan Remaja, dalecarnigie[dot]id, 11 Juni 2017

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.