
“Wahai diri, jika kau tak gugur di medan juang, kau akan tetap mati walau di atas ranjang.”
Laga mana yang belum ia sentuh? Badar, Khandak, Uhud, Hudaibiah, Khaibar hingga jiwa terbujur dalam Muktah.
Ketika pertempuran berlangsung di Balqa, Syam, di Madinah Rasulullah bersama beberapa sahabat tengah membicarakannya, tetiba raut mulia sang Nabi berubah sendu, air menggenang di sudut matanya, pandangannya melihat satu persatu sahabat yang hadir, seraya berucap:
“Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja’far dan ia bertempur bersamanya hingga syahid. Lalu Abdullah ibnu Rawahah melanjutkan memegang panji, hingga ia pun syahid…”
Abdullah ibnu Rawahah penulis dan penyair ulung. Tak henti ia berkarya saat Islam datang menyentuh kalbu. Keseharian kini menjadi milik derma baktinya.
Abdullah ibnu Rawahah sosok penggadai jiwa pada Sang Khaliq, hingga ketakutan atas selain-Nya sirna dengan sendirinya.
Abdullah ibnu Rawahah penggugah keberanian, menantang maut di setiap pertempuran. Satu cita utamanya bertemu dengan Dzat Yang Maha Agung, jiwa terus didesak, hingga mendorong raga tampil ke depan.
“Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga, tapi kenapa kulihat engkau menolak surga, Wahai diri kalaupun kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati jua!”
Keberanian acapkali bersanding dengan kemenangan. Namun demikian keberanian bukanlah meniadakan rasa takut, tapi lebih pada kemampuan mengatasi rasa takut. Ia bagai kekuatan fikiran, hingga diri bisa mengatasi kecemasan, kesulitan, bahaya dan rasa sakit sekalipun.
Keberanian bukan pula kekonyolan, bertaruh untuk kesia-siaan. Menentang apapun tanpa alasan kebajikan. Sejatinya keberanian beriring dengan keyakinan, terbentuk dari nilai rujukan yang benar, bersumber kalam Ilahi.
Memupuk keberanian melahirkan kemerdekaan. Teguh berprinsip, tak sudi merunduk pada kelaliman. Memandang resiko sebagai batu ujian, penempa hidup menuju kesuksesan.
Pada akhirnya, ruang keberanian bukan hanya ada pada pertempuran. Keberanian meluncur dari lisan- lisan barakah. Keberanian hadir dalam tinta pena yang tergores. Sejatinya keberanian memang haruslah ada, disetiap sudut dimana bercokol kemungkaran.
Keberanian menyuarakan kebenaran, melahirkan perubahan, menegak kebajikan menebar keadilan. Memutus mata rantai arogansi, pemusnah kedurjanaan.
Kini belajar jua padamu, tubuh-tubuh kecil pemilik jiwa-jiwa besar, anak-anak Palestina, tak gentar menghadang moncong senapan penjajah tanpa nyali.
“Kami sebelumnya berada di reruntuhan (RS Al Shifa), kami hanya anak-anak. Begitukah kalian (Israel) memperlakukan kami? Kami tidak takut denganmu (Israel), kami hanya takut pada Allah, Tuhan semesta alam. Hasbunallah wa nikmal wakil,” ujar anak tersebut dengan lantang. Dikutip detik.com 07 Nov 2023, diterjemahkan media independen Quds News Network @QudsNen melalui X.
#Narasiuntuksivilisasi