Inspirasi

Surga Dalam Sepotong Roti

0
(0)

Lelaki tersebut orang shalih, menisbatkan diri kepada Allah semata. Hampir sekitar tujuh puluh tahun ia habiskan dalam mihrab. Baru di hari-hari tertentu ia beranjak, guna menunaikan hajat kemanusiaannya.

Namun naas, suatu saat lelaki tersebut tergelincir dalam nista. Tergoda bujuk rayu setan terfitnah akan wanita, hingga nafsu mengalahkan segalanya. Ritual peribadatan yang kemarin menemani hari-harinya seolah tak berbekas. Ia lupa diri dan lupa Tuhan-nya.

Suara hati kecil memanggilnya sayup, mengajak sang lelaki kembali kepada jalan Tuhan. Walau nyaris tak terdengar, tetapi lelaki itu behasil menangkap. Tersadar ia, tujuh malam terlewati dalam kubangan dosa.

Ia terpukul dan menyesal. Sepanjang waktu mengutuki perangai diri. Rasa malu dan takut menggayut, tapi ia masih berharap Allah mengampuninya. Bergegas ia pergi, mengembara untuk membuka lembaran baru.

Sampailah ia pada suatu pondok, dimana banyak fakif miskin dan musafir berkumpul. Keletihan dan kantuk membuat sang lelaki memutuskan bermalam di sana.

Selang berapa waktu, datang seorang dermawan membagikan roti, namun sayang roti tak mencukupi. Lelaki dalam pertaubatan menghampiri seseorang yang terlihat sangat lapar dan tak mendapatkan roti. Diberikan jatahnya dan ia pun beranjak tidur sambil menahan lapar.

Pagi menjelang, lelaki dalam pertaubatan tak kunjung terjaga. Orang-orang berupaya membangunkannya, namun sang lelaki tetap tak bergeming, nafasnya tak ada, ia wafat!

Kisah diriwayatkan dari Abu Burdah bin Musa Al Asy’ari. Saat lelaki yang bertaubat tadi dihadapkan di pengadilan Allah, maka ditimbanglah segala amal perbuatannya. Menyesakan, ibadah yang dilakukannya selama kurang lebih 70 tahun tak berarti apa-apa. Bobotnya terkalahkan dengan perzinaan yang ia perbuat selama 7 malam! Namun timbangan amalnya kembali memberat, ketika amal yang lain dihadirkan. Ya, sepotong roti yang pernah ia beri di penghujung usianya, ternyata mampu mengalahkan dosa kemaksiatan yang ia lakukan selama 7 malam!

Dalam kepayahan sakratul maut, Abu Musa al Asy’ari berpesan pada putranya “Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sepotong roti itu!”

Setiap kita tak beroleh rasa aman akan hidayah yang telah diraih, sampai menjumpai kematian. Fluktuatif keimanan mengharuskan diri senantiasa waspada, agar hidayah tetap bersemayam dan bertumbuh dalam jiwa.

Memang butuh konsistensi dan kekuatan tinggi untuk memeliharanya. Tapi itulah konsekuensi bila tak ingin ia meredup, apalagi sampai hilang cahayanya. Kehilangan hidayah setelah sempat direngkuh, ibarat seorang yang tertimpa kebutaan ketika ia telah sempat melihat warna semesta, tentu jauh lebih menyakitkan.

Hidayah berupa taufik yang Allah berikan bagi seorang hamba. Sinyalnya dapat dipetik melalui perenungan ayat kauniyah ( fenomena alam) maupun qauliyah ( kitab suci Al Quran). Semua insan berpeluang sama dalam meraihnya, karena Allah memberi bekalan yang juga sama.

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” ( Qs. An Nahl: 78)

Menurut Ibnu Katsir ” Sesungguhnya Allah menjadikan kesemuanya dalam diri manusia ( pendengaran, penglihatan dan hati) agar manusia mampu melaksanakan penyembahan kepada Allah. Maka dengan bantuan semua anggota tubuhnya dan kekuatan yang ada padanya ia dapat menjalankan amal ketaatan”.

Bersegera menyusuri sebab turunnya taufik hidayah Allah membuka celah jalan. Sepotong roti yang menjadi turunnya rahmat Allah bukan tanpa sebab, pendahuluannya ada pada i’tikad pertaubatan yang sungguh-sungguh. Bukan dimaknai bolehnya bermudah-mudah melakukan dosa lantas menutupinya dengan bersedekah, itu keliru.

Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…”. (Qs. At Tahrim: 8)

Adalah janji Allah, menyambut kehadiran hamba yang menghampiri-Nya dengan kesungguhan taubat. Sambil mengiringi dengan amal kebajikan yang dibisa dan dipunya, hingga taufik hidayah Allah senantiasa melingkupi diri.

Dari Anas ‎ra dari Nabi saw riwayatkan dari Rabbnya berfirman: “ Jika seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta, jika dia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika dia mendekatkan diri kepada-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR: Al-Bukhari)

Ibnu Qayyim al Jauziyah berkata “Kalau semua kebaikan asalnya (dengan) taufik yang itu adanya di tangan Allah dan bukan di tangan manusia, maka kunci (untuk membuka pintu) taufik adalah (selalu) berdoa, menampakkan rasa butuh, sungguh-sungguh dalam bersandar, berharap dan takut (kepada-Nya)”.

Bermohon kepada Allah untuk ditetapkan hidayah dalam jiwa adalah satu kebutuhan. Sebagai perisai menghalau kelemahan, saat diri tak berdaya menghadapi fitnah kehidupan, yang siap menggerus kepekaan mata batin.

Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah akan membolak-balikkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah SAW berdoa: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!” (HR Muslim).

Epit Rahmayati
(Pena Generasi Cendekia Foundation)

#Narasiuntuksivilisasi

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.