Inspirasi

Sugesti Literasi

0
(0)

Kisah bagian kecil yang bisa dikenang dan dibagi. Memetik hikmah dari sekecil apapun peristiwa, menambah khasanah kehidupan. Terkadang rentetan masa lalu juga menjadi pintu terbukanya jalan hidup hingga hari ini nyata adanya.

Awalnya diri tak paham, kenapa mampu berlama-lama membaca. Sejak Sekolah Menengah Pertama, sudah biasa menekuni buku setebal bantal. Entah fiksi atau non fiksi. Bisa lupa waktu, apalagi bila buku memang renyah dibaca. Sebelum tuntas, serasa ada yang mengganjal, inginnya segera tamat.

Baru disadari saat sekelebat lintasan kenangan masa lalu hadir di sela perjalanan. Sambil menikmati panorama dari balik jendela kereta, teringat jelas. Dulu Mak sangat rajin membacakan apa saja. Apalagi saat menjelang tidur malam. Kadang dongeng pun diceritakan dalam senandung, hingga mata terkantuk-kantuk dibuai alunan.

Mak bukan orang terpelajar dengan gelar mentereng. Mak hanya lulusan Sekolah Rakyat. Dari sisi finansial pun Bapak dan Mak termasuk keluarga sederhana. Tapi Mak hebat, dengan keterbatasan Mak tetap berusaha mengajari membaca dan menulis anaknya.

Komik Petruk, serial Doyok di koran dan serial lain yang dijajakan di transportasi umum disodorkan. Boleh jadi bacaan tersebut sebagian menganggapnya receh. Tapi memang itu adanya. Belum bisa juga Bapak dan Mak memfasilitasi dengan bacaan ‘berdaging’.

Mak tidak mengerti istilah “kamu adalah apa yang kamu baca”, karena ilmu Mak belum sampai ke arah sana. Mak hanya tahu, semakin banyak diberikan bahan bacaan, maka semakin anak Mak pandai membaca.

Kadang terharu bila ingat. Mak suka mengumpulkan potongan koran bekas bungkus belanja sayuran yang dibelinya di warung. Asal masih layak dijadikan bahan bacaan. Uniknya lagi saat ritual pergi, Mak selalu menyuruh mengeja tulisan yang ada di reklame sepanjang jalan atau yang tertulis di badan kendaraan dan toko pinggir trotoar.

Menyimpulkan sendiri, boleh jadi ini kausalitas kenapa seseorang lebih betah ditemani buku. Ada upaya pembiasaan yang diberikan di waktu kecil. Hingga semangat literasi terbawa sampai dewasa.

Buku jendela dunia bukan tanpa makna. Menjelajah wawasan global tanpa perlu pelesiran, bisa dilakukan dengan membaca. Pengetahuan semesta bisa ditilik, juga dari membaca. Dengan membaca pikiran diajak berpartisipasi dan berimajinasi. Tak jarang dahi dibuat berkerut, memikirkan kalimat yang boleh jadi kurang terpahami.

Membaca disinyalir dapat menumbuhkan konsentrasi (fokus), berpikir secara kritis hingga menambah perbendaharaan kata dan kekayaan diksi. Bahkan membaca menjadi salah satu proses menghambat penyakit alzheimer (penurunan daya ingat).[1]

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5)

Membaca, menurut Ibnu Katsir rahimahullah bagian dari rahmat dan nikmat pertama yang Allah berikan pada para hamba. Dimana diawal surat tersebut diterangankan bahwa manusia pertama tercipta dari ‘ alaqah (segumpal darah), dalam ketidakmengertian dan tidak berpengetahuan. Dan di antara bentuk kasih sayang Allah adalah ia mengajarkan pada manusia apa yang tidak mereka ketahui.

Allah memberikan hati dan akal kepada manusia agar mampu berfikir, mengkaji serta mencerna rahasia semesta dalam rangka mentadaburi dan memakmurkannya, sampai pada tahap membangkitkan kesyukuran atas limpahan karunia-Nya.

Bacalah, karena semua berawal dari membaca. Hingga wahyu pertama turun dalam al Qur ‘an menekankan pada urgensi membaca, baik secara tersurat maupun tersirat.

World’s Most Literate Nations Ranked penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada tahun 2016 menyatakan minat literasi masyarakat Indonesia masih rendah. Indonesia menduduki peringkat ke 60 dari 61 negara yang dilibatkan. Ironisnya UNESCO menyebut indeks membaca masyarakat Indonesia sekitar 0,001%. Artinya dari 1000 orang hanya 1 yang rajin membaca.[2]

Tantangan hari ini, dunia membaca dan menulis tereliminasi dengan semaraknya dunia maya yang penuh ragam tontonan praktis. Bila tidak bijak dalam porsi penggunaannya, berpotensi menimbulkan kecanduan dan bisa menurunkan daya konsentrasi.

Menyalahkan kemajuan teknologi, apalagi frontal menentang, bukan satu solusi. Menyiasati budaya membaca dan menulis dikolaborasi dengan digitalisasi satu kemungkinan. Meski bahan bacaan buku tetap menjadi rujukan valid.

Sangat mengapresiasi beberapa teman mulai memanfaatan platform digital sebagai wadah menuangkan tulisan. Instagrafis, cerita/artikel pendek dalam instagramnya, ebook, blog dan yang lainnya. Kegiatan seperti ini layak ditumbuh suburkan. Tentu dengan referensi akurat, gaya bahasa renyah serta berkualitas.

Kembali ke si Mak, banyak jalan menuju Roma. Mak bisa dengan keterbatasannya. Apalagi para mak sekarang. Daya dukung jauh lebih mumpuni dan mudah diakses. Para mak jadi bisa lebih berkreasi menanam sugesti berliterasi. Terutama pada masa golden age buah hati.

Para ahli psikologi sepakat penanaman karakter dan pengembangan potensi anak di usia ini menentukan masa berikutnya. Sebesar 50 persen variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terbentuk saat anak berusia 4 tahun. Sebanyak 30 persen peningkatan terjadi pada usia 8 tahun. Sisanya 20 persen pada pertengahan atau akhir dasa warsa kedua.

Tak dipungkiri, sugesti terbaik penyulut semangat berliterasi ada di lingkungan terdekat bernama keluarga. Dan sebagai orang yang lebih banyak interaksinya bersama anak, para mak paling pas menjadi garda terdepan. Memulai dari hal sederhana untuk berkreasi sesuai kebutuhan buah hati menjadi tantangan tersendiri.

Bila ditelateni, suatu saat kelak para mak boleh berbangga. Keikutsertaannya berkontribusi mewujudkan generasi yang berpikir kritis dan berwawasan global sangat dihargai. Pun dalam Kitab Suci Al Qur’an, generasi berilmu dan berpengetahuan akan ditinggikan kedudukannya beberapa derajat di muka bumi.

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: ‘ Berlapang-lapanglah dalam majelis’, lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: ‘Berdirilah kamu’, berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. Al-Mujadalah [58]: 11).

Referensi:

  • Makarim, Rizal, Fadhil, Kecanduan Tiktok Bisa Picu Penurunan Kognitif Otak, hallodoc.com, edisi 02 Februari 2022
  • Anisa, Rizky, Azmi dkk, Current Reaseach in Education Conference Series Journal, 2021, Vol.01, Paper 006

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.