Inspirasi

Resonansi Kolaborasi

0
(0)

(Sebuah Refleksi Perjalanan Hijrah Nabi saw.)

Sepintas melihat iringan semut menyusuri lantai menuju satu tempat adalah hal biasa. Koloni jenis serangga ini seolah kumpulan makhluk yang homogen; tak berbeda bentuk antara satu dan lainnya. Tapi, tahukah engkau? Ketika diperhatikan lebih seksama, dari puluhan bahkan ratusan semut yang ada sebenarnya adalah koloni heterogen.

Fenomena memukau akan didapati tatkala penghalang kecil ditaruh untuk memutus rute perjalanan para semut. Dari seribu semut dalam koloni, hanya sekitar enam yang akan bertugas menyingkirkan halangan tersebut. Dan itu dilakukan dengan cepat, tidak pakai ribut-ribut, demikian pakar perilaku dari Universitas Konstanz Jerman, Dr. Christoph Kleineidam mengatakan.

Perilaku koloni semut sangat unik dalam kompleksitas sistem kerja. Tak heran semut disebut sebagai koloni paling baik dalam berkolaborasi. Pada satu koloni, semut berhasil menerapkan “The man on the right place” pada mekanisme kerjasamanya.

Ada satu semut ratu dalam koloni, tugasnya hanya berkembang biak menghasilkan telur-telur sebagai regenerasi anak keturunnya. Sementara semut pejantan (drone) bertugas membuahi sebagian telur, setelahnya akan mati dalam beberapa hari.

Ada semut pekerja jumlahnya disinyalir paling banyak. Selain menjaga dan melayani semut ratu dan anakannya, semut ini bertugas mengangkut sumber makanan untuk cadangan hidup. Selainnya ada semut pengawas, jumlah sedikit, bertugas mencapit semut-semut pekerja bila kedapatan disorientasi pada rute yang telah digariskan.

“Dan orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizalimi, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Dan pahala di akhirat pasti lebih besar, sekiranya mereka mengetahui.” (QS An Nahl ayat 41)

Hijrah bagian dari pemicu kebangkitan dan kemenangan risalah dakwah Rasulullah saw. Peristiwa ini terjadi bukan ujug-ujug, ada titah nubuwwah dan serangkaian pendahuluan sebagai persiapan. Perintah hijrah disambut dengan ikhtiar kemanusiaan berupa perancangan strategi, penempatan personil serta pengelolaan kerjasama mumpuni.

Hari berangkatnya Rasulullah hijrah ke Madinah adalah sebuah momentum; bertemunya peluang yang Allah berikan dengan kesiapan manusia bertindak. Meskipun bentuk peluang diawali dari ketidaknyamanan akibat ulah orang-orang musyrik yang semakin membabi buta memusuhi Rasulullah dan para sahabat.

Malam hijrah, Rasulullah keluar ditemani sahabat mulia Abu Bakar r.a. Sementara Ali bin Abi Thalib r.a. dipilih sebagai tameng, menjadi sosok pengganti yang tidur di peraduan Rasulullah. Para utusan makar Darun Nadwah yang mengepung kediaman nabi tersirep rasa kantuk yang dihembuskan Sang Mahasuci. Saat terjaga mereka terkecoh, kalah.

Tiga hari Rasulullah dan Abu Bakar bermukim di gua Tsur berjarak kurang lebih 5 kilometer dari kota Makkah sebelum beranjak ke Madinah. Dalam kurun waktu itu syahidah Asma berperan menyuplai ransum bagi Rasulullah dan ayahnya walaupun kondisinya dalam keadaan mengandung.

Lain hal dengan Abdullah bin Abu Bakar, ia didaulat menjadi spionase; menghimpun kabar terkini sebagai acuan Rasulullah untuk bergerak. Pagi ia berbaur bersama kaum Quraisy, malamnya mendatangi gua Tsur. Sementara untuk menghapus jejak-jejak kaki yang tertinggal, Amir bin Fuhairah pelayan Abu Bakar dititah menggembala ternak disekitaran gua.

Setelah dirasa aman, Rasulullah dan Abu Bakar bergerak menuju Madinah dengan guide bayaran; Abdullah bin Araiqath, yang notabenenya seorang kafir. Ia dipilih dalam kontribusi secara teknis karena memahami seluk beluk jalan menuju Madinah.

Rasulullah saw. adalah teladan, pemimpin spektakuler yang mampu mengkolaborasikan setiap sumber daya yang ada menjadi power dalam menangkap momentum hijrah.

Penempatan personil dalam mengemban amanah menjadi pilihan yang disesuaikan, agar perjalanan hijrah senyap; tidak gaduh sehingga musuh sulit mendeteksi keberadaan Rasulullah saw. dan Abu Bakar r.a.

Mahasuci Allah dengan segala ciptaan dan firman-Nya, selalu berhikmah. Menarik saat melihat sebuah korelasi perjalanan hijrah Rasulullah dengan pelajaran yang bisa diambil dari koloni ‘hewan sosial’ semut (termaktub dalam surat An Naml yang artinya semut). Hikmah tersirat dan tersurat dalam rangkaian kerja tim/jama’ah yang tersaji membuka prespektif bahwa kerja hebat dibangun atas kolaboratif kinerja dari personil yang terlibat, bukan berdiri atas kehebatan “aku” semata.

Tentu membangun semangat kolaborasi didahului dengan kesamaan visi dan semangat dalam memperjuangkannya, “sefrekuensi” istilahnya. Maka untuk mendapatkan resonansi hijrah dalam sebuah tim kerja, diawali dengan membangun semangat yang sama dalam tujuan mulia, Lillahi ta’ala.

Keterpautan hati karena-Nya-lah yang kelak melahirkan getaran (frekuensi) yang harmoni dalam kerjasama tim, hingga resonansi hijrahnya Rasulullah bisa dirasa.

Referensi:

  • Al-Buthy, Sa’id Ramadhan, Muhammad, Sirah Nabawiyah, 2002, Rabbani Press
  • Media online www.dw.com, Rahasia Prinsip Koordinasi dan Organisasi Semut, edisi 12 Februari 2018 #Narasiuntuksivilisasi

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.