George Trepal, berhasil meracuni tetangganya dengan menabur bubuk Talium (TI) , tanpa rasa, warna dan bau pada delapan bungkus minuman bersoda yang sengaja ditinggalkannya di dapur Peggy Carr. Efek Talium membunuh secara perlahan, membuat kejahatan Trepal seolah sempurna, tak terendus. Peggy Carr mati setelah empat bulan terbaring sakit yang sebelumnya diduga akibat penyakit misterius, namun setelah dua tahun kebenaran terungkap, Carr mati karena diracun!.(kompas online, 2020)
Bergidik membaca artikel Daily Mirror yang dirilis media online Kompas . Kasus kejahatan di Florida tahun 1988, membuat saya terhenyak. Bagaimana tidak?
Motif Trepal membunuh dan membuat tiga anak Carr harus menjalani perawatan berbulan- bulan di rumah sakit di luar nalar. “Sekedar merasai sensansi” atas inspirasi dari kisah tentang Pale Horse atau kuda pucat karangan penulis serial detektif, Agatha Christie.
Saya pernah membaca serial sejenis; detektif Sherlock Holmes dan dr. Jhon Watson dalam misteri kriminal klasik karya Sir Arthur Conan Doyle. Dan saya coba reka ulang emosi saat itu. Memang menghanyutkan, dibuat tenggelam, larut dalam suasana. Jantung berdegup, adrenalin naik- turun mengikuti irama penulis dalam menuturkan situasi. Tanpa disadari terjadi transformasi nilai dan ide atas apa yang telah dibaca.
Beramal adalah fitrah insaniyah, menulis bagian di dalamnya. Kedahsyatan narasi mampu mendoktrin akal dan hati manusia. Tak jarang, pada akhirnya ketajaman pena melebihi hunusan pedang.
Kebebasan berekspresi dalam narasi berpeluang bagi siapapun yang ingin menebar gagasan ataupun tujuan, terlepas baik atau buruk. Para arogan pembawa misi kemungkaran berlomba memanfaatkan ruang ini sebagai upaya pengerdilan pola pikir generasi. Simbol-simbol dikemas apik dalam wujud kesenangan, humanis dan modernisasi, hingga sulit memilah mana berlatar ketulusan dan mana kelicikan.
Sangat lazim, bila kemungkaran masih tegak berdiri di atas angin, berseliwerean di jagat nyata dan maya. Kebisuan orang- orang baiklah yang menyokongnya untuk tetap begitu.
Membaca zaman dari sudut perenungan mendalam, membangkitkan kegelisahan nurani. Rasa takut, cemas dan bersalah melingkupi diri, lantaran belum sepenuhnya mengambil peran meng counter kemungkaran dari ke-bisa-an yang diberi. Berlagak penonton apalagi komentator tidaklah selaksa pemain. Benar, keberpihakan bisa ditakar saat pengingkaran hati pada kemungkaran, namun ia selemah-lemah takaran, pun itu setelah upaya kuasa, tangan dan lisan dilakukan.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman’” ( HR. Muslim)
Kegelisahan Penulis adalah cemeti . Menjadi daya dorong menghasilkan karya dan karya. Menuangkan sebab kegelisahan dalam bait-bait, menjadi penawar obat bagi jiwa. Selain itu juga memperluas jangkauan amal bagi penyeru kebaikan. Meninggalkan jejak amal shalih meski jasad telah berkalang tanah adalah sebuah harapan.